Sumber Hukum Adat - Hukum adat di Indonesia adalah hukum yang telah
dianut oleh masyarakat Indonesia sebelum terbentuknya hukum perundang-undangan
yang menggantikannya. Dalam menjalankan hukum adat, masyarakat adat sangat
menjunjung tinggi segala peraturan yang tak tertulis dalam hukum tersebut. Hal
ini karena hukum adat atau hukum kebiasaan memang terbentuk dengan kekentalan
kepercayaan baik norma maupun agama. Oleh karena itulah masyarakat percaya
bahwa ketika mereka melanggar hal-hal yang tabu untuk dilakukan, mereka akan
mengalami kualat. Berbicara tentang hukum adat, pasti terdapat sumber-sumber
dari hukum adat itu sendiri. Dalam hal ini akan dijelaskan mengenai sumber dari
hukum adat, diantaranya adalah :
- Adat atau kebiasaan masyarakat sekitar.
Tak bisa dipungkiri bahwa sebuah hukum adat bersumber dari kebiasaan rakyat atau masyarakat dalam sebuah wilayah tertentu. Hal ini karena sebuah masyarakat tak akan pernah terlepas dari berbagai kebiasaan, baik kebiasaan yang bersifat kultus atau tidak. - Kebudayaan tradisional rakyat.
Selain tak bisa lepas dari kebiasaan, hukum adat juga selalu diidentikkan dengan hukum yang bersifat tradisional. Hal ini karena hukum adat telah dianut oleh masyarakat bahkan jauh sebelum kemerdekaan dan dibentukan peraturan perundang-undangan yang pada akhirnya menggeser peran hukum adat itu sendiri. Meskipun demikian, masih ada beberapa wilayah yang mempertahankan warisan leluhur berupa hukum adat. - Kaidah dari kebudayaan asli Indonesia.
Banyak masyarakat yang menganggap bahwa apa yang telah diberikan oleh leluhur adalah warisan budaya yang harus senantiasa dipelihara. Ini adalah sumber kuat dari hukum adat yakni bahwa sebuah hukum merupakan warisan leluhur yang harus tetap dipelihara dan disesuaikan dengan perubahan zaman tanpa merubah unsur daru hukum asli itu sendiri. - Pepatah adat.
Pepatah adat adalah salah satu contoh warisan yang benar-benar dianut oleh masyarakat adat. Hal ini karena pepatah adat biasanya sarat akan makna filosofis. Inilah yang menjadikan pepatah adat menjadi sumber dari hukum adat untuk masyarakat tertentu. - Dokumen atau naskah-naskah yang ada pada masa
itu.
Biasanya naskah memuat tentang bagaimana cara hidup yang baik dan bermakna serta menjadi manusia yang sempurna. Dari sinilah hukum adat bisa terlahir. Manusia yang percaya dan menganut pada sebuah naskah-naskah kuno berisi tentang ajaran hidup menjadikan hal tersebut sebagai hukum adat yang harus mereka taati dan patuhi. Naskah yang dimaksud disini bisa berupa naskah kuno yang berasal dari para leluhur yang hidup di zaman sebelum masyarakat adat tersebut hidup. Selain itu, ada juga naskah-naskah yang diterbitkan oleh raja demi mengatur masyarakat. Kebiasaan tersebut memunculkan sebuah hukum yang dipatuhi oleh masyarakat pada masa itu.
Sejarah Hukum
Adat
Hukum
Adat dikemukakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgrounje seorang Ahli
Sastra Timur dariBelanda (1894). Sebelum
istilah Hukum Adat berkembang, dulu dikenal istilah Adat Recht. Prof. Snouck Hurgrounje dalam bukunya de atjehers (Aceh) pada tahun 1893-1894 menyatakan hukum rakyat Indonesia yang tidak
dikodifikasi adalah de
atjehers.
Kemudian
istilah ini dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, seorang
Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai Guru Besar
pada Universitas
Leiden di Belanda. Ia memuat
istilah Adat Recht dalam bukunya yang berjudul Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933.
Perundang-undangan
di Hindia Belanda secara resmi
mempergunakan istilah ini pada tahun 1929 dalamIndische
Staatsregeling (Peraturan
Hukum Negeri Belanda), semacam Undang Undang Dasar Hindia Belanda, pada pasal 134
ayat (2) yang berlaku pada tahun 1929.
Dalam
masyarakat Indonesia, istilah hukum adat tidak
dikenal adanya. Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa istilah tersebut hanyalah istilah
teknis saja. Dikatakan
demikian karena istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan oleh para ahli hukum dalam rangka
mengkaji hukum yang berlaku
dalam masyarakat Indonesiayang kemudian
dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan.
Dalam
bahasa Inggris dikenal juga
istilah Adat Law, namun
perkembangan yang ada di Indonesia sendiri hanya
dikenal istilah Adat saja, untuk menyebutkan sebuah sistem
hukum yang dalam dunia ilmiah dikatakan Hukum Adat.
Pendapat
ini diperkuat dengan pendapat dari Muhammad Rasyid Maggis Dato
Radjoe Penghoeloesebagaimana
dikutif oleh Prof. Amura : sebagai lanjutan kesempuranaan
hidupm selama kemakmuran berlebih-lebihan karena penduduk sedikit bimbang
dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah, sampailah manusia kepada adat.
Sedangkan
pendapat Prof. Nasroe menyatakan bahwa
adat Minangkabau telah dimiliki
oleh mereka sebelum bangsa Hindu datang ke Indonesia dalam abad ke
satu tahun masehi.
Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H. di dalam bukunya
mengatakan bahwa istilah Hukum Adat telah dipergunakan seorang Ulama Aceh yang bernama Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad
Kamaluddin Tursani (Aceh Besar)
pada tahun 1630. Prof. A. Hasymi menyatakan bahwa
buku tersebut (karangan Syekh Jalaluddin) merupakan buku yang mempunyai suatu
nilai tinggi dalam bidang hukum yang baik.
Hukum adat adalah hukum yang sudah mendarah daging di Indonesia. Bahkan
bisa dibilang bahwa hukum adat adalah cikal bakal munculnya hukum perdata yang
ada di Indonesia. Negara kepulauan terbesar ini mempunyai banyak sekali suku
yang memegang dan percaya pada hukum adat mereka masing-masing. Meskipun pada
akhirnya sebagian besar hukum adat digantikan oleh hukum perundang-undangan
yang dibentuk oleh negara, namun masih banyak masyarakat yang tetap menganut
hukum adat. Berbicara mengenai hukum adat, dalam artikel ini anda akan
disajikan mengenai contoh masyarakat yang masih menganut hukum adat hingga
sekarang.
Salah satu contoh masyarakat yang masih memegang hukum adat adalah
masyarakat adat yang ada di Papua. Hukum adat disana akan berlaku dalam
kasus-kasus tertentu. Misalnya ketika seseorang membunuh orang lain dalam
sebuah kecelakaan lalu lintas akan diminta mengganti kerugian yang berupa uang dan
juga ternak babi. Tak cukup sampai disitu saja karena jumlah uang dan juga
ternak babi yang diminta adalah jumlah yang relatif besar sehingga benar-benar
memberatkan sang pelaku. Hukum adat ini adalah hukum yang sudah turun-temurun
di pegang sehingga pemerintah juga harus menghormatinya. Dengan adanya hukum
ini, seseorang akan berpikir ulang ketika berniat untuk mencelakakan orang
lain.
Selain di Papua, masyarakat lain yang masih menganut hukum adat adalah
masyarakat adat Bali. Hukum adat yang masih kental dilakukan adalah hukum yang
berkaitan dengan warisan. Dalam masyarakat adat Bali, seorang anak laki-laki
adalah seorang ahli waris dalam sebuah keluarga. Berbeda dengan anak perempuan
yang hanya berhak menikmati harta peninggalan sumai atau orang tua. Mengapa
demikian? Hal ini karena anak laki-laki yang ada pada masyarakat adat bali
dianggap sebagai seorang yang memiliki tanggung jawab besar pada keluarganya
sedangkan anak perempuan hanya bertanggung jawab pada lingkungan suami.
Meskipun hukum ini merupakan hukum adat masyarakat adat Bali, namun ternyata
pada sekitar tahun 2010 terjadi perubahan tentang hukum tersebut. Perempuan
dianggap juga berhak untuk menerima setengah hak waris purusa sehabis dipotong
sekitar sepertiga bagian harta pusaka dan juga kepentingan pelestarian. Akan
tetapi hal tersebut tak berlaku lagi apabila seorang wanita Bali berpindah
agama dari agama nenek moyang mereka yang telah dianut.
Ada sebuah contoh lain lagi yang mungkin merupakan contoh dari hukum
adat yang familiar bagi masyarakat. Masyarakat adat lainnya adalah masyarakat
adat di Minangkabau. Dalam hukum adat masyarakat Minangkabau, wanitalah yang
mendapat warisan utuh. Lelaki disana hanya bertugas untuk merantau di tanah
orang, mencari harta, dan mengamalkan ilmu yang mereka dapat ketika mereka
telah kembali lagi ke tanah halaman.
Pengertian Hukum Adat dan Ciri-cirinya
Secara garis besar hukum adat bisa diartikan sebagai sebuah aturan
(kebiasaan) dan juga norma yang berlaku di wilayah tertentu, dianut oleh
sekelompok masyarakat tertentu dan menjadi sumber hukum. Kebiasaan yang menjadi
hukum adat di Indonesia dapat dibedakan dari pengertiannya. Dari segi pemakaian
hukum adat sebagai perilaku ataupun tingkah laku manusia berarti bahwa segala
hal yang telah terjadi atau hal yang biasa terjadi di masyrakat tersebut
menjadikannya sebuah hukum dari kebiasaan yang lazim. Adat juga dapat diartikan
sebagai sebuah kebiasaan individu sebagai pribadi tunggal yang dapat diterima
dan dilakukan masyarakat sekitarnya.
Sebenarnya, istilah hukum adat merupakan serapan kata dari bahasa Arab.
Hukum berasal dari kata ‘Hukmun’ yang mengandung makna suruhan atau perintah.
Sedangkan adat berasal dari kata bahasa Arab ‘Adah’ yang mengandung arti
kebiasaan. Sehingga apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti
aturan tentang kebiasaan. Di negara kita Indonesia hukum adat berarti sebagai hukum
asli yang tak tertulis dan termuat dalam hukum perundang-undangan RI yang di
dalamnya juga termuat unsur-unsur agama. Namun biasanya adat dipandang sebagai
tradisi yang kuno serta tak sesuai dengan ajaran agama dan sebagainya. Hal
tersebut menjadi suatu kemakluman dimana ‘adat’ merupakan aturan tanpa sangsi
hukum kecuali menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan dosa serta mengenai
pantangan-pantangan tindakan yang dianggap tabu dan menjadikan kualat.
Dalam memahami hukum adat sendiri terdapat beberapa istilah. Pertama,
adat merupakan hukum serta aturan yang berlaku pada masyarakat di wilayah
tertenu dan dibuat berdasarkan kesepakatan bersama. Kedua, adat yang diadatkan
yakni sebuah komunitas tertentu yang memiliki ketentuan hukum yang telah
ditetapkan. Ketiga adalah adat yang teradat yakni apabila sebuah produk hukum
telah menjadi adat kebiasaan tersebut masih diberlakukan dalam kehidupan
masyarakat. Keempat adalah adat istiadat yakni kebiasaan yang secara turun
temurun didasarkan pada kebiasaan leluhur, lebih dikhususkan pada ketentuan
mengenai tata cara ritual, yang pada saat ini membutuhkan sedikit sentuhan
perubahan agar tetap relevan dengan keadaan masyarakat pada saat ini.
Hukum adat pun memiliki beberapa ciri. Pertama adalah tak tertuang dalam
bentuk perundang-undangan dan juga tak termodifikasi. Kedua adalah tak tersusun
dengan sistematis. Ciri yang ketiga adalah tak dihimpun dalam sebuah bentuk
kitab perundang-undangan. Keempat adalah keputusan dalam hukum adat tak
menggunakan pertimbangan tetapi lebih cenderung menggunakan apa yang menjadi
kebiasaan masyarakat. Dan manfaat yang kelima adalah pasal dalam aturan-aturan
hukum adat tak mempunyai penjelasan.
Ruang Lingkup Hukum
Adat
Hukum adat juga bisa dikatakan sebagai hukum kebiasaan. Dalam hukum
adat, biasanya hal-hal yang termuat di dalamnya adalah hal yang masih ada
kaitan erat dengan norma-norma agama dan budaya setempat. Hukum adat selalu
sarat akan hal-hal yang tabu untuk dilakukan karena akan mendapatkan balasan
berupa dosa ataupun kualat.
Apabila hukum adat yang secara turun temurun
diwariskan oleh generasi ke generasi tersebut ditinjau dari ruang lingkupnya,
sebenarnya ruang lingkup dari hukum adat tersebut terbatas dalam sebuah
lingkungan hukum perdata. Namun tak semua hukum perdata yang ada diatur dalam
sebuah hukum adat. Ini karena salah satu karakterisktik atau sifat dari hukum
adat sendiri yakni apabila ketentuan hukum adat tertentu telah diatur dalam
sebuah Peraturan Perundangan, maka apa yang menjadi ketentuan hukum adat
tersebut menjadi tak berlaku lagi. Adapun beberapa ketentuan dari hukum adat
yang menjadi tak berlaku setelah diatur dalam sebuah peraturan
perundang-undangan, yakni:
- Setelah berlakunya KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) tanggal 1 Januari tahun 1918. Berlakuknya KUHP tersebut menjadikan ketentuan-ketentuan yang ada pada hukum pidana adat sudah tak berlaku lagi. Dengan kata lain, KUHP mewakili peraturan-peraturan hukum adat yang sebelumnya menjadi landasan dasar hukum.
- Setelah berlakunya UU nomor 5 pada tahun 1960 mengenai ‘Peraturan Dasar Pokok Agraria’ atau yang lebih dikenal dengan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) yang muncul pada tanggal 24 Sepember tahun 1960. Dengan munculnya UU mengenai agraria tersebut, maka segala ketentuan hukum agraria dalam masyarakat adat menjadi tak berlaku lagi.
- Yang terakhir adalah setelah adanya UU nomor 1 pada tahun 1974 yang memuat mengenai ‘Perkawinan’. Undang-undang tersebut dikeluarkan pada tanggal 2 Januari tahun 1974. Dengan adanya Undang-undang ini, maka hukum ketentuan adat mengenai perkawinan menjadi tak berlaku lagi.
Ketiga Undang-Undang diatas adalah contoh ketetapan
pemerintah yang menjadikan sebuah hukum adat tradisional menjadi tak berlaku
lagi. Namun disamping itu, masih banyak masyarakat adat yang masih menganut dan
menjunjung tinggi hukum adat di wilayah mereka. Dari beberapa informasi di
atas, maka bisa kita ketahui bahwa ruang lingkup dari hukum adat adalah seluas
wilayah dari sekelompok masyarakat adat di wilayah tertentu. Adanya hukum adat
adalah bukti keanekaragaman warisan budaya yang ada di Indonesia.